Sidoarjo – Tak hanya menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan masyarakat dan lingkungan. Membakar sampah secara sembarangan juga melanggar peraturan perundang-undangan, dimana yang tertuang dalam Pasal 29 Ayat 1 huruf g, yang menyebutkan bahwa setiap orang dilarang membakar sampah, yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis pengelolaan sampah.
Bahkan jika mengalami kerugian atas asap yang ditimbulkan akibat pembakaran sampah yang tidak sesuai dengan parsyaratan teknis. Maka penyelesaian sengketa persampahan bisa dilakukan melalui gugatan perbuatan melawan hukum yang diatur di Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLHK) Sidoarjo, Bahrul Amiq melalui Kepala UPT TPA Griyomulyo Jabon, Hajid Arif Hidayat mengatakan pembakaran sampah Ketika menimbukan dampak harus dihentikan.
“Jika tujuan pengelola beralasan mengurangi sampah dengan cara dibakar itu salah, kurang tepat dan bijak. Ketika nanti menimbulkan dampak mau tidak mau harus dihentikan,” Ujar Hajid Arif Hidayat kepada media.
Jika merujuk Pasal 29 Ayat 1 huruf g, maka setiap orang berkewajiban mengelola sampah rumah tangga dengan cara yang berwawasan lingkungan. Ketentuan mengenai larangan membakar sampah sembarangan ini diatur lebih lanjut dengan peraturan daerah masing-masing.
Pembakaran sampah yang terjadi di TPST Desa Suruh, Kecamatan Sukodono secara terbuka menjadi salah satu pemicu buruknya kualitas udara yang kemudian mengakibatkan infeksi pada pernapasan.
Agus Tokoh Pemuda Desa setempat mengatakan. Pengelola TPST Desa Suruh yang dibawah kendali Pemerintahan Desa (Pemdes) atau dalam hal ini Seorang Kepala Desa. Membahayakan masyarakatnya secara langsung karena faktor polusi udara.
“tak jauh dari TPST ada area lingkungan, rumah warga dan sekolah. Lokasi TPST persis di tepi jalan desa tak luput dari lalu-lalang masyarakat jika di jam sibuk berangkat kerja/sekolah selalu melewati TPST. Parahnya lagi, ketika oknum pengelola TPST sedang membakar sampah, ” Ujar Agus.
Karena membakar sampah dapat menyebabkan berbagai gangguan kesehatan, seperti: Batuk, Sesak napas, Hidung terasa perih, mata merah/berair atau ISPA.
“Kabarnya TPST Desa Suruh ini memakan biaya cukup besar hingga Rp 100 juta. Namun dalam proses pembangunannya tidak memperhatikan dampak lingkungan dan terkesan asal jadi,” Ungkap Agus.
Warga meminta agar Pemkab atau Inspektorat dan juga pihak terkait, agar segera turun tangan untuk melakukan audit dan jika ditemukan pelanggaran yang berunsur pidana APH wajib melakukan Penyidikan.