SIDOARO – Indonesia kembali mengukir prestasi di kancah internasional melalui Chika Alifia Wijaya asal Sidoarjo yang berhasil meraih gelar Champion dalam 2024 Asian Girls Campaign.
Kemenangan ini dicapai berkat proyek inovatifnya, Waste Warriors: Youth-led Waste Education for Orphan Empowerment, yang dilakukan dengan kolaborasi para kader muda lingkungan di Kampung Edukasi Sampah Sidoarjo.
Proyek ini berfokus pada edukasi anak-anak yatim tentang pengelolaan sampah, pemilahan, pembuatan kompos, dan pelestarian lingkungan. Selain itu, Chika memantau perubahan perilaku anak-anak melalui para mentor dan guru, memastikan dampak positif jangka panjang. Usaha ini mendapat apresiasi tinggi dari para juri, yang juga memuji kolaborasi Chika dengan berbagai pihak seperti Lembaga Amil Zakat Nasional (Laznas) LMI, media massa dan sekolah.
“Saya sangat tidak menyangka bisa meraih juara 1 di ajang ini karena proyek peserta lainnya sangat luar biasa. Saya sangat bersyukur atas kesempatan ini dan berterima kasih kepada GOH Taiwan atas kepercayaan yang diberikan,” katanya, Minggu (6/10/2024).
Dalam sesi presentasi, Chika mendapat pujian atas ketepatan waktu dan keunikan pendekatan proyeknya. Selain mengajarkan pemilahan sampah dan kompos, Chika juga menggunakan permainan tradisional untuk menyampaikan pesan pelestarian lingkungan.
Saat sesi tanya jawab, Chika menjelaskan pentingnya proyek ini bagi Indonesia, yang menurut UNEP merupakan penyumbang sampah terbesar kedua di dunia setelah China.
“Di kota saya, sungai-sungai sering kali dipenuhi sampah meskipun sudah ada tempat pembuangan. Proyek ini hadir untuk memutus siklus buruk itu dengan memberikan edukasi praktis di Kampung Edukasi Sampah bagi anak-anak yatim, yang sering kali kurang mendapatkan perhatian dari pemerintah. Proyek saya tidak hanya fokus pada masalah lingkungan, tetapi juga untuk mengurangi ketimpangan sosial,” jelasnya.
Muhammad Nur Wicaksono, petugas pendamping anak yatim dari Laznas LMI, mengungkapkan kepuasannya terhadap proyek ini, karena berdasarkan pengamatan selama 21 hari setelah mengikuti program, terjadi perubahan perilaku keseharian pada anak-anak yang tak hanya semakin peduli terhadap lingkungan namun juga telah melakukan praktek pemilahan sampah serta pengurangan volume sampah. “Setidaknya perubahan perilaku anak-anak pasca mengikuti program mencapai hingga 80%”, ungkapnya.
Edi Priyanto, pegiat lingkungan dan pendiri Kampung Edukasi Sampah, menyampaikan kebanggaannya atas prestasi Chika. “Kami sangat bangga atas pencapaian luar biasa ini. Chika telah membawa nama Indonesia di kancah internasional dan membuktikan bahwa generasi muda kita mampu menjadi agen perubahan dalam isu lingkungan dan sosial. Proyek Waste Warriors yang Chika kembangkan di Kampung Edukasi Sampah menunjukkan pentingnya edukasi lingkungan yang berkelanjutan, khususnya bagi anak-anak yatim yang membutuhkan perhatian lebih.”
Edi juga menyoroti pentingnya kolaborasi dalam kesuksesan proyek ini. “Proyek ini adalah bukti dari kuatnya kerjasama antara berbagai pihak, mulai dari Laznas LMI, sekolah, media, hingga komunitas. Kolaborasi ini menunjukkan bahwa kita dapat menciptakan perubahan yang signifikan ketika kita bekerja bersama.”
Lebih lanjut, Edi menekankan bahwa proyek Chika juga menyentuh isu pengurangan ketimpangan sosial. “Edukasi lingkungan tidak hanya mengajarkan cara menjaga lingkungan, tetapi juga memberdayakan anak-anak yatim secara sosial dan ekonomi. Ini sangat sejalan dengan visi kami di Kampung Edukasi Sampah untuk menciptakan generasi yang peduli dan berdaya.”
Edi berharap pencapaian Chika dapat menginspirasi generasi muda lainnya untuk turut serta dalam upaya pelestarian lingkungan dan memberikan dampak positif bagi masyarakat. “Prestasi Chika adalah bukti bahwa anak muda memiliki potensi besar untuk membawa perubahan. Kami berharap lebih banyak generasi muda yang terinspirasi oleh pencapaian ini dan bergerak untuk menjaga kelestarian lingkungan serta memberdayakan masyarakat.”
Selain Chika, penghargaan juga diberikan kepada dua finalis lainnya yaitu Zainab Binte Imran dari Pakistan, yang meraih posisi First Runner Up dengan proyek Combating Early & Forced Marriages in Rural Communities. Selanjutnya Sarah Nur dari Bangladesh meraih posisi Second Runner Up dengan proyek Project Brihot.
Ketiga finalis ini telah menunjukkan dedikasi yang luar biasa dalam membawa perubahan positif di komunitas mereka dan memberikan inspirasi bagi banyak orang di seluruh Asia.
Kampung Edukasi Sampah adalah sebuah komunitas yang berfokus pada edukasi lingkungan, khususnya pengelolaan sampah dan praktik keberlanjutan. Komunitas ini berperan aktif dalam memberikan pendidikan kepada masyarakat, terutama anak-anak, tentang pentingnya menjaga kebersihan dan kelestarian lingkungan.
Edi Priyanto juga menegaskan bahwa Kampung Edukasi Sampah akan terus mendukung proyek-proyek yang berdampak positif bagi lingkungan dan masyarakat, khususnya yang melibatkan generasi muda.