Seluruh kepala desa di Sidoarjo menginginkan masa jabatan kepala desa berlangsung selama 9 tahun. Kemarin (17/1) sebanyak 279 kades asal Sidoarjo berangkat ke Jakarta untuk menyampaikan aspirasi ke DPR RI.
Ketua Forum Komunikasi Kepala Desa (FKKD) Sidoarjo Samsul menyebut seluruh kepala desa di Sidoarjo ingin masa jabatan kades diperpanjang. Dari 6 tahun dengan maksimal 3 periode, menjadi 9 tahun dengan maksimal 2 periode. Artinya, masa jabatan maksimal tetap 18 tahun.
“Ada 318 desa di Sidoarjo, seluruh Kadesnya mendukung perubahan masa jabatan. Memang yang ke Jakarta hanya 279 karena ada yang sakit dan berhalangan,” jelas Samsul.
Selama ini, masa jabatan Kades diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (UU Desa). Pasal 39 ayat (1) UU Desa menyatakan Kepala Desa memegang jabatan selama 6 tahun terhitung sejak tanggal pelantikan. Pasal 39 ayat (2) UU Desa menyatakan Kepala Desa dapat menjabat paling banyak 3 (tiga) kali masa jabatan secara berturut-turut atau tidak secara berturut-turut. “Kami ingin UU tersebut berubah. Dari 6 tahun menjadi 9 tahun. Para Kades sudah kompak dengan tuntutan tersebut,” jelas pria yang juga menjabat sebagai Kades Trompoasri Jabon tersebut. Alasannya, di desa merupakan praktik demokrasi jarak dekat. Dengan masa 6 tahun, akhirnya kurang maksimal dalam penyelesaian masalah yang ada di desa. “Baik penyelesaian antar pendukung maupun penyelesaian visi misi,” katanya. Alasan utama itu lah yang membuat mereka kompak ke Jakarta.
Terkait biaya politik, menurutnya bukan alasan para kades menginginkan 9 tahun. Sebab, menurut Samsul biaya politik itu relatif. “Melihat kondisi desa dan jumlah warganya dan lainnya. Sehingga untuk biaya pilkades kami tidak bisa memastikan,” katanya. Sehingga, biaya pilkades bukan menjadi alasan mereka melakukan tuntutan tersebut.
Samsul menyebut, selama ini Kades di Sidoarjo sudah berupaya menyampaikan aspirasi mereka. Pertama, pada 2019 dan 2020 silam pihaknya sudah mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK). “Hasilnya ditolak,” katanya.
Kedua, pihaknya meminta Partai politik untuk memfasilitasi. Namun, juga belum membuahkan hasil. “Sehingga kami aksi damai ke Jakarta langsung, bersama sekitar 30 ribu Kades dari seluruh Indonesia,” ujarnya.
Asisten 1 Bidang Pemerintahan dan Kesra Pemkab Sidoarjo M. Ainur Rahman mengaku sudah mengetahui adanya aksi dari para kepala desa tersebut. Pihaknya tidak akan membatasi. “Kebebasan mereka untuk berpendapat,” katanya. Selain itu, kewenangan untuk merubah UU adalah milik pemerintah pusat.
Di Sidoarjo, pihaknya hanya menjalankan regulasi yang ada. “Jika nantinya UU dirubah, kami juga akan melaksanakannya. Kami hanya menjalankan sesuai regulasi yang ada,” katanya. Dirinya menyebut aksi tersebut murni dari para kepala Desa.
Pemkab Sidoarjo tidak memfasilitasi untuk menggelar aksi tersebut. Sampai saat ini, pihaknya juga belum pernah mengirimkan surat ke pemerintah pusat terkait permintaan para kepala desa tersebut. “Aspirasinya belum disampaikan ke kami sehingga kami juga tidak bisa meneruskan ke pemerintah pusat,” jelasnya. (uzi)