Sidoarjo – Keberadaan Kampung Topi Punggul, Desa Punggul, Kecamatan Gedangan, Kabupaten Sidoarjo, tidak lepas dari usaha yang dirintis oleh Almarhum Hj. Toha pada tahun 1970 an.
Berawal dari usaha sandal miliknya yang kemudian beralih menjadi usaha topi, kini sebagian warga Desa Punggul yang pernah bekerja dengannya, memiliki usaha topi sendiri, hingga membuat desa tersebut dikenal dengan julukan Kampung Topi Punggul.
“Dulu sekitar tahun 70an bapak saya itu bikin sandal, tapi entah kenapa beralih membuat topi. Memasuki tahun 80an itu mulai ramai topi sekolah, yang ikut kerja sama bapak lumayan banyak, tapi karena pekerja lepas jadi mereka ya keluar masuk.
Kebanyaan yang pernah ikut kerja sama bapak itu bikin usaha topi sendiri, jadi makin banyak yang bikin topi sampai dikenal Kampung Topi itu,” ujar Ali Murtadlo, generasi ke dua Almarhum Hj Toha
Sejak kuliah semester 2, tepatnya tahun 1992, ketika sang ayah meninggal dunia, membuat Ali harus meneruskan usaha topi ini, dan bertahan hingga sekarang.
“Saya terpaksa harus melajutkan usaha bapak, karena saya anak ke dua dari sembilan bersaudara, adik saya masih kecil-kecil. Mau ndak mau ya harus meneruskan. Alhamdulillah usaha ini bisa bertahan sampai sekarang,” ujar bapak dari tiga anak ini.
Kini, Ali bersama dengan 10 pekerja lepasnya, dalam 2 minggu mampu memproduksi hingga 10.000 topi sekolah. Hanya dengan mengandalkan promosi dari mulut ke mulut, Ali menjual topi miliknya mulai harga Rp 3 ribu hingga Rp 50.000 sampai ke Banjarmasin, Bali, Lombok, serta daerah Jawa Timur lainnya.
“Alhamdulillah karena sudah dikenal, promosinya ya dari mulut ke mulut, atas dasar kepercayaan saja. Kalau yang muda-muda sih promosinya sudah pakai media sosial sekarang,” imbuhnya.
Oleh karena keterbatasan pekerja, Ali mengirimkan bahan topi kepada pekerjanya di Bojonegoro yang mencapai 30 orang. “Sekarang permasalahannya itu di tenaga pekerjanya, generasi muda itu jarang ada yang mau menjadi pengrajin topi, jadi saya menyiasatinya dengan mengirimkan dan mempekerjakan orang di Bojonegoro,” imbuhnya.
Memasuki bulan April hingga Juli, Ali mengaku kewalahan menerima pesanan topi sekolah, bahkan dirinya sampai menolak pesanan karena waktu dan tenaga yang terbatas.
“Diluar bulan April hingga Juli itu kan sepi untuk topi sekolah, tapi kita tetap produksi untuk stok saat ramai seperti ini. Tapi sekarangpun stok topi sudah terkirim semua dan masih kurang, karena keterbatasan waktu dan tenaga ya terpaksa beberapa pesanan saya tolak,” ujarnya.
Ali mengatakan, pada Tahun Ajaran Baru permintaan topi naik signifikan, biasanya dalam satu atau dua minggu hanya ada sekitar dua orang yang memesan topi sekolah miliknya. Namun sekarang, dalam satu hari ia bisa menerima lebih dari satu pemesan dengan jumlah 100 hingga 700 topi per orang.
Terdapat sekitar 48 pengrajin topi di Desa Punggul. Kampung Topi Punggul ini mampu mengangkat perekonomian masyarakat setempat. Sebagai upaya untuk memajukan Kampung Topi Punggul, pihak desa sering mengajak pengrajin topi mengikuti pameran.